3 Puisi Putu Fajar Arcana dalam Buku Budak Naga
3 Puisi Putu Fajar Arcana dalam Buku Budak Naga - Ada 53 puisi dalam buku Budak Naga, yang ditulis oleh Putu Fajar Arcana. Puisi yang ditulis sepanjang awal tahun 2000-an, yang memenuhi kepala dan pikiran penulisnya.
Buku Budak Naga |
Putu Fajar Arcana bukan hanya penyair, tetapi jurnalistik yang bekerja di Kompas. Judul antologi puisi, diambil dari salah satu puisi yang ditulisnya, 'Budak Naga'.
Budak Naga memiliki makna, perbudakan oleh perempuan bernama Kadru terhadap madunya yang bernama Winata. Dimana Winata ini kalah bertaruh menebak warna kuda Uchaiswara yang muncul saat pegnadukan lautan susu untuk mencari Tirtha Amertha oleh pada dewa dan detya (raksasa).
Kardu berlaku curang, kuda putih yang keluar dari lautan susu disembut api oleh ribuan naga, anak-anaknya, sehingga berubah warna menjadi hitam. Semenjak itulah Winata harus menjadi budak Kadru mengembalakan para naga. Bahkan Garuda juga harus tunduk menjadi budak naga, untuk melunasi utang ibundanya, Winata.
Sungguh menarik ya kisahnya? Ini baru satu pusi lho, masih ada 55 puisi yang lainnya. Berikut 3 puisi yang saya ambil dari buku Budak Naga.
3 Puisi dalam Antologi Puisi Budak Naga
1. Budak Naga
Ringkik Uchaiswara kau balas semburan api
Kuda yang putih menjela hitam jelaga
Angin menderas memukul-mukul
muka matahari senja
Sedang aku tenggelam dalam arus
Lautan susu yang terus bergolak
Mungkin surga pun turut bergejolak
sejak itu aku adalah budak
dari congkak para naga
hari-hariku terbang sebagai pengembara
kesepian di padang-padang tandus
gunung-gunung jauh dan hutan gersang dalam diriku
Kadru, mengapa kau cemburu pada Ibu
Bukankah Uchaiswara berwarna putih
saat meluncur dari lautan susu?
Hitam yang kau beri
Hitam pula yang kau terima
Aku sesungguhnya kendaraan
yang diturunkan Brahma, dan mengambi kepada Wisnu
Kalu kau ingin mencecap Tirtha Amertha
Jilatlah ilalang yang menghampar dalam dirimu
Ia akan terbelah
Akibat tipu muslihat
yang melaknat kebajikan
Bersamamu segala api kegelapan
bersemayam dalam darah
dalam lidah -- beracun
yang menghancurkan kau dan anak-anak nagamu
Kadru, terimalah kini nasibmu
sebagai perempuan yang diperbudak
rasa cemburu anak-anak nagamu
Kelak mereka akan tiba
Dikawah berapi yang membakar
segala kedengkian dalam dirimu
GWK, Agustus 2018
2. Saraswati Dewi
Dalam lipatan buku-buku tua
Kau tulis beberapa baris sajak
Mungkin kata-katanya sudah usang dan hampir musnah ditindih
lembar-lembar kertas yang emnguning
Sesekali huruf-hurufnya teruputus
seperi ilmu yang mengendap di dasar telaga
Bagaimana mungkin seekor angsa
berenang tanpa membasahi buku-bulunya
Sementara dalam keruh air
sekawanan ikan tak mengerti jalan kembali
Kaukah kecantikan yang diam-diam kucintai?
Saat meniti genitri cuma namamu
yang berdenyar-denyar
seolah lembar-lembar
buku yang tak selesai kubaca
Dalam lipatan rumus-rumus rumit
Sneantiasa kau tulis beberapa baris sajak
Mungkin larik-lariknya tak saling memandang.
Cuma larikan kecil yang kadang mengandarkan debar
jadi debur angin di pesisir
Ada kalahnya kita saling melupakan
tersebab cakrawala yang kian jauh dari jangkauan pikiran
Nanti jika bunga-bunga padma berkekaran kutuliskan sajak-sajakku di atas kepingnya
barangkali di taburan angin mengantarkannya
melekat dalam ingatanmu
Kaulah yang menjelma dari buku-buku tua
yang tak pernah selesai kutulis
April, 2020
3. Dokter Jaga
Dokter sedang menunggu siapa?
Seorang tamu baru saja memasuki ruang darurat
ada luka dalam di lehernya
Tubuhnya bergetar karena demam
Lalu terbungkuk karena batuk berjam-jam
Di atas pembaringan ia mengeluh
udara tak lagi jadi penyehat
selalu ada yang mencegat
pada setiap helaan napas
Dokter, apakah dokter sakit?
Ada yang tak sabar menunggu di ruang darurat
dalam igau ia meracau
nama-nama dokter yang tiada
karena berguguran di garis pertempuran
Dokter sedang menunggu siapa?
Seorang tamu baru saja memasuki ruang darurat tanpa menyebut nama
Mungkin malaikat yang sakit
Bulu-bulu di sayapnya
Berjatuhan seperti hari-hari kita
yang tak mudah dihitung jari
Maret, 2020
Harapan dari Putu Fajar Arcana dalam buku antologi puisi 'Budak Naga' ini adalah, "Bisa berhasil menemui para pembacanya untuk mengantarkan "paket" humanisme universal yang sedang aku kirimkan."
Jika ingin mendengar beberapa puisi yang sudah dibacakan, Putu Fajar Arcana menghimbau para pembaca untuk mampir ke kanal YouTube 'Rumah Arcana', miliknya.
Demikian 3 Puisi Putu Fajar Arcana dalam Buku Budak Naga, jika penasaran untuk mengetahu ke 52 puisi lainnya bisa langsung beli bukunya ya? Salam. (*)
Wah mantap ya ada di channel YouTube-nya juga. Kalau puisi memang inginnya kita mendengarkan langsung sih yaa karena bisa terbawa sama intonasi pembaca puisinya juga.
BalasHapusSaya belum pernah baca puisinya Putu Fajar Arcana tapi baca tiga puisi di atas sepertinya pemilihan diksinya sarat makna. Harus dibaca pelan-pelan supaya paham.
BalasHapusSaya suka Saraswati Dewi, entah, mungkin karena lagi ingin baca yang seperti itu. Budak naga juga bagus, bagus semua. Tapi yang sebelumnya lebih disuka. Kadang membaca puisi senang tak memandang si pengarang. Karena saat udah kena 'pengarang' pikiran bakal menyangkut pautkan yang macam-macam, jadi analisis malahan. Kenikmatan di puisi semata malah berkurang, hehe.
BalasHapusKeren ya kalo cerita dibikin puisi gitu, apalagi ini Putu Fajar Arcana, diksi yang dipilih keren-keren
BalasHapusAku suka puisi Budak Naga. Entah kenapa kayaknya pas aja kena di hatiku. Btw hebat juga ya penyairnya kerja di Kompas juga
BalasHapusbuat yang suka berkata-kata lewat puisi, boleh nih kayaknya untuk baca kumpulan puisi di buku Budak Naga, biar lebih banyak lagi kosakatanya
BalasHapusAku salut Ama temen2 yg menyukai puisi dan bisa ngerti maknanya, Krn jujurnya ini bukan genre favoritku utk dibaca :). Aku LBH suka cerita, drpd puisi begini. Susah utk nangkep maknanya. Memang sih ada bbrp puisi yg gampang diartikan. Tapi LBH banyak yg aku bingung 🤣. Makanya nama pengarang puisi di atas, aku juga jadi tahu setelah baca review mba :)
BalasHapusSebagai penikmat puisi saya lebih suka membacanya sendiri tanpa diembel-embeli dengan suara pembacanya.
BalasHapusMungkin saya termasuk kurang cerdas audio, hahaha.
Saya suka membaca dalam diam sembari melantunkan nada-nada yg saya ciptakan sendiri, menyuarakan sendiri dan menikmati sendiri.
Entahlah apa namanya penikmat puisi seperti itu.
Seperti membaca puisi dalam buku Budak Naga ini. Rasanya nikmat membacanya dengan nada suara saya yang tak terdengar orang lain.
Saya baru tahu puisi Putu Fajar Arcana ini, tapi saya suka puisinya, jadi ingat waktu SD suka baca puisi, terus baca bait-bait di atas jadi kayak tergugah lagi untuk baca puisi
BalasHapus